Sistem Presidensi Leadership Council (PLC) Yaman saat ini menarik perhatian karena menawarkan model politik yang unik untuk mengelola konflik internal dan otonomi wilayah. Meskipun berbeda konteks, PLC dapat dibandingkan dengan European Council dalam hal bagaimana berbagai entitas dengan kepentingan berbeda bisa duduk bersama dalam satu struktur formal untuk mencapai kompromi.
PLC Yaman dibentuk untuk menyeimbangkan kekuatan antara pemerintah resmi, faksi militer, suku, dan kelompok otonom seperti STC di Selatan. Dengan model ini, Presiden Rashad al-Alimi tetap menjadi simbol de jure, sementara wakil dan anggota de facto memiliki pengaruh nyata atas wilayah mereka masing-masing. Di masa me datang PLC alan semakin kuat jika mengakomodasi anggot dari pemerintahan Houthi di Sanaa.
Logika ini bisa diterapkan di konteks lain. Di Palestina, misalnya, Presidensi Mahmoud Abbas dapat meniru PLC dengan memasukkan perwakilan Hamas dkk serta Israel sebagai anggota kepresidenan atau penasihat serta posisi formal lainnya. Dengan begitu, integritas konstitusi tetap terjaga, tetapi Hamas tetap terlibat dalam pengambilan keputusan nasional.
Sistem PLC juga menawarkan solusi bagi Suriah. SDF dan komunitas Druze (Negara Jabal Bashan pimpinan milisi Al Hajri) yang memiliki kontrol lokal dapat dimasukkan ke dalam struktur formal pemerintahan pusat. Hal ini memungkinkan mereka berpartisipasi tanpa melanggar konstitusi Suriah dan menjaga stabilitas internal.
Di Sudan, Dewan Transisi Sudan (TSC) dapat meniru model PLC dengan merangkul kembali pemerintah lokal Nyala dan bahkan menjadikan Hemedti kembali sebagai anggota Dewan. Dengan mekanisme ini, konflik antara pusat dan wilayah yang memiliki otonomi de facto bisa diredam tanpa harus mengorbankan legitimasi nasional.
Libya juga menghadapi situasi serupa, di mana berbagai faksi dan milisi memiliki kendali lokal. Struktur ala PLC dapat digunakan untuk menciptakan dewan kepresidenan yang inklusif, sehingga semua pihak terwakili secara formal meski tetap memiliki otonomi di wilayah masing-masing.
Kekuatan utama PLC terletak pada kemampuannya menciptakan tatanan politik paralel, di mana legitimasi formal dan kontrol de facto bisa berjalan berdampingan. Ini memungkinkan konflik horizontal diredam dengan mekanisme representasi dan konsultasi.
Selain itu, model ini juga bisa menjadi mekanisme manajemen anggaran dan sumber daya. Dengan memasukkan semua pihak yang memiliki kontrol wilayah, alokasi APBN dapat dibagi secara lebih adil dan mengurangi gesekan antara pemerintah pusat dan faksi lokal.
European Council bisa dijadikan analogi karena prinsip dasarnya sama: semua negara anggota duduk bersama untuk memutuskan kebijakan bersama, meski masing-masing tetap mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasional mereka.
PLC menunjukkan bahwa representasi politik formal dapat menciptakan stabilitas di negara-negara dengan konflik internal yang kompleks. Hal ini berlaku terutama di negara-negara dengan entitas de facto yang kuat dan sulit dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah pusat.
Dengan model ini, pemerintah pusat tetap eksis secara formal, tetapi wilayah otonom dapat mengatur urusan internal mereka. Ini mencegah konflik berskala besar dan memungkinkan semua pihak merasa diakui.
Di Palestina, jika PLC ditiru, Mahmoud Abbas dapat menghindari konflik konstitusional dengan Hamas sambil tetap menjaga legitimasi internasionalnya sebagai Presiden. Strategi ini bisa menekan eskalasi politik dan militer di Gaza.
Sementara di Suriah, memasukkan perwakilan SDF dan komunitas Druze ke dalam struktur formal dapat meningkatkan stabilitas internal dan mengurangi risiko konflik bersenjata. Ini juga memungkinkan pengakuan formal terhadap hak-hak komunitas minoritas.
Di Sudan, penggunaan model PLC memungkinkan TSC mengakomodasi Hemedti (RSF) dan pemerintahan Nyala tanpa menimbulkan bentrokan langsung, sehingga mempermudah proses transisi politik dan stabilisasi negara pasca-konflik.
Libya juga dapat merasakan manfaatnya. Struktur ala PLC dapat mengakomodasi faksi-faksi yang berperang, seperti di Tripoli dan Benghazi, serta membangun konsensus di tingkat nasional.
Kelebihan utama model ini adalah fleksibilitas dan inklusivitas. Semua pihak, dari yang menguasai wilayah hingga yang secara formal bagian dari pemerintahan pusat, dapat diakomodasi dalam satu struktur politik yang sah.
Model ini juga mengurangi risiko dualisme pemerintahan yang ekstrem, karena meskipun ada entitas de facto yang kuat, mereka tetap terhubung ke mekanisme formal pusat.
PLC menegaskan bahwa integrasi politik bisa dilakukan tanpa memaksa semua pihak tunduk penuh pada pemerintah pusat. Prinsip ini penting untuk negara-negara yang memiliki sejarah konflik horizontal dan milisi kuat.
Dalam konteks internasional, model ini dapat menjadi referensi bagi komunitas global untuk mendorong solusi politik yang lebih inklusif, khususnya di negara-negara yang menghadapi tantangan internal yang kompleks.
Secara keseluruhan, PLC Yaman menawarkan blueprint menarik bagi Palestina, Suriah, Sudan, dan Libya. Dengan meniru logika ini, konflik internal dapat diredam, legitimasi pemerintah pusat tetap terjaga, dan representasi politik menjadi lebih adil.
Ke depan, kemampuan negara-negara ini menyesuaikan diri dengan model ala PLC akan sangat menentukan stabilitas politik dan keberlanjutan pemerintahannya, serta membuka jalan bagi dialog regional dan internasional yang lebih konstruktif.
Baca selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar